Sejarah Robusta. Ketika zaman penjajahan Belanda, nusantara merupakan sasaran yang sangat menghijaukan mata bagi para pemburunya, terutama akan kesuburan tanahnya di setiap penjuru pulau. Bayangkan, Belanda ketika itu hanya dari penghasilan penjualan kopi dari Nusantara bisa menutup hutangnya kepada sekutu sebesar 12 juta gulden yang saat itu penanaman pohon kopi berada di Jakarta secara tanam paksa oleh Gubernur Johannes Graaf van den Bosch. Saat itu ekspor kopi pertama oleh VOC dikirimkan ke Amsterdam pada tahun 1711 dengan harga 6,47 gulden/kg.
Bibit kopi dibawa ke Indonesia oleh Henricus Swaardecroon (Komisaris VOC di Malabar-Srilangka) . Bibit kopi yang ditanam pertama kali di tanah Jakarta ini berjenis Arabika bertempat perkebunan Bidaracina, Jatinegara, Palmerah dan Kampung Melayu. Padahal kenyataannya Arabika merupakan pohon kopi yang cukup sulit penanganannya karena mudah terserang penyakit karat daun sehingga harus ditanam di daerah yang tinggi, namun VOC mampu menanam pohon kopi ini di dataran rendah, sampai pada tahun 1793 perkebunan Batavia berhasil mengirim sebanyak 86000 pikul atau setara dengan 86 ton untuk ekspor, suatu fakta yang sangat mengejutkan akan kesuburan tanah Jakarta.
Kesuburan tanah Jakarta dahulu bisa terlihat peninggalannya sampai sekarang dengan dinamakannya nama-nama jalan sesuai nama flora, kontur tanah dan geometri. Menurut Ridwan Saidi, yang beliau merupakan tokoh Betawi, lulusan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, dia mencontohkan seperti Jati Padang, nama kelurahan di Pasar Minggu, yang berasal dari nama salah satu jenis jati. Kemudian Ciganjur yang diambil dari Ganjur, dan Kebayoran dari bayur. “Itu kan jenis jati juga”. Jatinegara berasal dari jati lanang. Yaitu jati yang kuat seperti kayu bangka. Bidara Cina merupakan jenis pepohonan. Bintaro, mangga yang tidak bisa dimakan, dan Tanah Abang dari pohon nabang. “Ada juga nama rumput, antara lain krekot, krukut dan Makassar merupakan jenis rumput. Jadi tidak benar kalau kampung Makassar diberi nama itu karena banyak orang Makassar yang tinggal di sana ,” bebernya. Selain nama pepohonan, banyak nama daerah di Jakarta diambil dari geometri dan kontur tanah. Seperti Marunda, Jakarta Utara. Dinamai Marunda karena tanahnya berunda-unda. Simprug berasal dari tanah yang rusak sehingga tidak bisa ditanami. Poncol, bukit yang tinggi. Petojo artinya petunjuk atau pengarahan, karena di sana ada dua kali bertemu.
Dari perincian di atas pantaslah kalau tanah Jakarta pernah menjadi lahan pendapatan kas keuangan para penjajah Belanda di bidang perkopian. Dimulai dari Jakarta , penanaman juga dilakukan di Jawa barat : Sukabumi dan Sudimara yang kemudian kopi Arabika menyebar ke seluruh Nusantara.
Pada tahun 1875 VOC harus menerima kenyataan karena semua pohon kopi Arabika di dataran rendah habis terserang karat daun, hingga saat ini area kopi Arabika di Indonesia hanya tersisa 10% di Aceh Tengah, Malang, Jember, Bali, Sumatera Utara dan Selatan.
Menyikapi penyakit karat daun pada Arabika, selanjutnya didatangkan jenis kopi Liberika dari wilayah Monrevia dan Liberia pada tahun 1875. Adanya jenis kopi ini untuk menggantikan kopi Arabika, namun ternyata juga tak bisa dikembangkan. Selain karena kurang disukai yang rasanya terlalu asam dan lebih pahit, liberika juga mudah terserang penyakit karat daun.
Pada tahun 1900 akhirnya Pemerintah Belanda berupaya terus menanam kopi dengan mendatangkan kopi jenis Robusta (Coffea Canephora) yang ternyata tahan terhadap penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan, selain itu produksinya jauh lebih tinggi. Sehingga kopi robusta mulai ditanam pada dataran rendah dengan ketinggian di bawah 1000 m dpl dan menjadi populitas kopi terbanyak di Nusantara Indonesia. Dari sinilah berawal kopi Robusta menjadi kopi pilihan orang Indonesia sampai sekarang. Itulah Sejarah Kopi Robusta , Mari kita minum kopi Robusta…..
Sumber :
– Ir Yusianto / Karakteristik Kopi Indonesia
– Viva News
– AEKI